Tuesday 18 December 2012

Polisi dan Perawat

Ini ngambil dari artikel yang kubaca^^
Cocok banget dengan kenyataan di lapangan.


Kesehatan maupun keamanan sosial adalah kebutuhan masyarakat. Dalam implementasinya, selalu ada struktur yang saling bahu membahu demi mewujudkan masyarakat yang sehat baik secara fisik, mental, sosial budaya, dan spiritual. Kali ini, saya mau menuliskan pengamatan pribadi saya terhadap kesamaan profesi perawat dan polisi. Bukan yang udah dapet jabatan tinggi2 loh, kita bicarain mereka yang biasa2 aja.

1. Polisi maupun perawat sama2 dimarginalkan
Dibanding profesi bidang hukum lainnya, polisi mempunyai nilai yang rendah. Bayangkan jika orang tua menyebut anaknya seorang “hakim” ataupun “pengacara”. Wuih, bangganya minta ampun. Kalo bilang “anak saya cuma polisi lalu lintas, gajinya kecil”, pasti suaranya dibuat serendah mungkin dan telinganya ditebal2kan supaya ga dengar cibiran dan tudingan calon pemungli.

Begitu pula perawat. Orang tua akan bangga nyebut anaknya kuliah kedokteran dan calon dokter. Kalo anaknya cuma lulus di program studi ilmu keperawatan, orang tua hanya tersenyum kecut saat ditanyai anaknya kuliah apa.


Ga ada yang menyangka sebelumnya, seorang hakim tipikor bisa ketahuan menerima uang suap. Pengacara juga ada kok yang tukang suap, ga percaya? Tanya aja sama orang tua korban “avanza maut” yang ditawarin 4 juta supaya damai. Sebelum diberitakan media besar, masyarakat ga berani bicarakan mereka. Mau loh senasib ama Deny Indrayana?

Kena kasus malpraktik ama dokter pun diam2 aja. Nanti jadi prita season dua loh. Kalo lihat perawat judes, lempar terus status ke facebook. Bodo amat dia kecapean gara2 rumah sakit kekurangan tenaga perawat sehingga menempatkan 3 perawat dengan 20 orang pasien (ini kisah nyata). Bodo amat dia kecapean begadang jagain pasien.

2. Polisi maupun perawat punya penilaian di masyarakat : “Baik kahn emang tugasnya. Bangsat emang dari sananya”
Baik di dunia nyata maupun maya seperti internet, banyak ditemukan keluhan masyarakat tentang kinerja dua profesi ini. Polisi benar2 sudah mempunyai citra buruk di mata masyarakat. Mulai dari pungli gocengan sampai korupsi trilliunan. Sampai2 beredar anekdot “polisi yang baik cuma dua : polisi tidur sama patung polisi”. Begitu pula perawat. Judes, ga becus kerja, dan segala macam julukan jelek lain menempel ke profesi yang satu ini.

Jika berprestasi, tunggu media besar dulu yang memberitakan. Jarang orang menuliskan di jejaring sosial ataupun media sosial tentang prestasi kedua profesi ini. Serda Nicholas? Siapa tuh? Paling2 tukang pungli. Haah?? Dia beraksi heroik menyelamatkan korban perkosaan? Wah ada juga yah polisi yang baik
Perawat sih belum ada yang memberitakan. Mudah2an ada yang meliput perjuangan perawat komunitas berada ditengah daerah terpencil untuk memantau kesehatan warga setiap hari. Sebenarnya saya punya profil seorang perawat yang ingin dituliskan di kompasiana. Cuma yaah, kita cari aman aja. Ga mau kahn kasus misran (perawat yang dipenjara karena memberikan pengobatan ke masyarakat karena profesi yang seharusnya ngasih pengobatan ke masyarakat sibuk kerja dirumah sakit kota dan buka praktek pribadi) berlanjut ke season dua?

Itulah enaknya jadi perawat. Ga nolong orang dicaci maki, nolong orang malah melanggar hukum dan dipenjara. Bekerja di bidang abu2 emang enak. Enaaaaaak banget….

3. Polisi maupun perawat sama2 berada 24 jam ditengah masyarakat
Mungkin untuk pernyataan yang satu ini, anda akan menatap foto profil saya yang tembem dengan sinis. “Masa sihhh??”. Tentu saja. Ketika saya kehilangan dompet, saya pergi ke kantor polisi jam 5 pagi. Walau tanggapannya kurang ramah, tapi pak polisi tetap menjalankan tugasnya membuat surat kehilangan dengan bayaran 5 ribu rupiah persurat (total ada 5 surat, untuk STNK, SIM, KTP, ATM, dan KTM).

Ketika saya ceritakan pengalaman tersebut ke teman, mereka bilang “Wah, seharusnya bikin surat kehilangan tuh gratis. Emang ga bener tuh polisi”. Saya cuma bisa ngelus dada (dada sendiri). Anggap aja amal. Toh bangun jam 5 pagi dimana keadaan banda aceh masih gelap gulita patut di apresiasi.

Perawat juga begitu, berganti shift dan bergadang demi jagain pasien. Memeriksa keadaan pasien dalam beberapa jam sekali. Duduk di nurse stasion juga ga bakal lama2 karena ada aja kebutuhan pasien yang harus dipenuhi. Dalam keadaan sedemikian rupa, ketika senyum lupa terjulur, langsung di cap judes.
Karena polisi dan perawat sama2 berada 24 jam ditengah masyarakat, makanya “boroknya” selalu terlihat dan dinilai. Sekecil apapun kesalahannya, pasti cap negatif melayang tanpa ampun. Kebaikan2nya dimarginalkan, sekedar ucapan terima kasih pun tak terucap.

***

Yaaah, tulisan ini mah cuma curhat aja. Selagi nyusun persyaratan untuk mengajukan mini proposal skripsi.
Sama2 (calon) sarjana, gelar es-satu, (dan ujung2nya jadi babu profesi tetangga)

7 kartu rencana studi, 6 kartu hasil studi, 1 transkrip nilai 120 sks, 7 lembar slip spp
3 tahun kuliah, 13 jutaan lebih untuk spp(waduh ini sih kalau yang Universitas swasta bisa 3 kali lipat lebih,ed), belum lagi beli buku dan instrumen keperawatan (dan ujung2nya jadi babu profesi tetangga)
Belum lagi nanti ditambah K3J untuk gelar nurse dan uji kompetensi perawat (dan ujung2nya jadi babu profesi tetangga)

KENAPA DARI DULU GUE GA JADI TE-KA-WE YAH? Jadi babu ga perlu kuliah lama2 langsung dapet duit
#me: juga ga terlalu ngabisin duit





Sumber:  http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2012/09/07/persamaan-polisi-dan-perawat/





Perawat bukan pembantu dokter!
Tapi berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat.
Maaf,dokter juga tidak bisa berbuat banyak bila tidak ada tenaga perawat yang berkolaborasi dengannya dirumah sakit.

Polisi bukan sekedar oknum berseragam yang menakutkan!
Misalnya saja Polantas.Kalau kalian harus mengatur lalu lintas di jalan yang bising,banyak debu mungkin juga asap,kendaraan lalu lalang pada waktu siang hari yang panas terik,ditambah lagi orang Indonesia hobby melanggar peraturan,dalam waktu 3 hari saja,apa kalian yakin tidak akan sedikit stress?
apalagi menerima tanggapan buruk dari masyarakat.
Kalau mereka galak,wajar.
masalah pungli? hahaha....Indonesia =D


Kesimpulan : NGENES!!!
Apa motivasi orang tua memasukkan anaknya kejurusan keperawatan?
Ayah saya sih bilangnya,untuk menyelamatkan orang dan bermanfaat bagi sekitar.

Kata dosen saya "Jadi perawat untuk masuk surga,kalau pengen kaya,nikah dengan pegawai pajak"
waktu itu masih santer kasusnya Gayus XDD
#sama aja bohong

No comments:

Post a Comment